“Kalau dimulai dari nol, reaksinya akan negatif dari masyarakat. Tetapi kalau pemungutan dan penghitungan suara ulang, itu dimungkinkan. Karena MK dan Bawaslu sering memutuskan itu. Tapi pemilu ulang juga mungkin. Di sinilah argumen-argumennya harus diperkuat oleh Partai Perindo dan dijelaskan, pemilu ulang ini dimulai dari mana, tahapan apa,” tutur dia.
“Melihat kondisi sekarang, sebaiknya pemilu ulang harus dimulai dari mana?” tanya Brema Natenaya, anchor iNews.
Ray menuturkan, pemungutan suara ulang yang dilaksanakan KPU itu karena tidak terlaksanakan pemungutan suara sebagaimana mestinya di lokasi tersebut. Tapi bukan KPU yang memutuskan PSU, melainkan Bawaslu dan MK, kecuali di tempat itu belum dilakukan pemungutan suara karena banjir atau alat tidak tersedia, surat suara kosong.
“Sebetulnya, pemungutan dan penghitungan suara ulang dilakukan karena di sana terjadi banyak sekali manipulasi, plus menjelang hari H misalnya di waktu kampanye, banyak juga terjadi pelanggaran, mobilisasi, tekanan, dan lain sebagainya, akumulasi itu dirujuk kepada pemilu ulang,” kata Ray.
“Kalau pemilu ulang, lagi-lagi pertanyaannya kita mulai dari mana? Dari kasusnya ini, paling jauh dimulai dari kampanye. Sebab peserta pemilu sejauh ini tidak ada masalah, sudah selesai. Di Bawaslu sengketanya. DPT juga tidak ada yang mempersoalkan,” tutur Ray.
(rca)