Dugaan ini dibarengi dengan munculnya laporan empat kesaksian korban yang mendapatkan perlakuan yang tidak sepantasnya dari terduga pelaku.
Berdasarkan informasi pengakuan para korban, kekerasan ini mencakup tindakan pelecehan fisik yang dilakukan oleh terduga pelaku dengan menggunakan posisi dan kekuasaannya selaku ketua departemen.
Para korban juga telah melaporkan kejadian tersebut pada 10 Juni 2024
Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Hasanuddin, Prof Farida Patittngi mengatakan pihaknya telah menerima laporan dari mahasiswa terkait dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oknum ketua departemen tersebut.
“Kami sudah menerima laporan dari mahasiswa de”, ungkapnya saat dihubungi, Senin (24/06).
Pihaknya menyebut telah melakukan assessment terhadap empat korban mahasiswa yang melapor dan juga telah memanggil terduga pelaku untuk diperiksa.
“Sesuai SOP, kami sudah melakukan assessment ke 4 orang mahasiswa yang melapor adanya dugaan kekerasan seksual ini, dan kami juga sudah memanggil terduga pelaku untuk diperiksa. Sementara masih dalam proses pembuktian”, sambungnya
Selain itu, pihaknya masih belum bisa membeberkan hasil pemeriksaan terhadap terduga pelaku dan tengah dalam proses pembuktian.
“Kami belum bisa sampaikan dulu ke publik, kami masih dalam proses pemeriksaan”, singkatnya
Saat ditanya terkait layanan pendampingan yang diberikan terhadap korban, Ketua Satgas PPKS Unhas belum menjawab konfirmasi KabarMakassar.
Dugaan pelecehan yang dilakukan oknum ketua departemen di FISIP Unhas yang dilaporkan dialami oleh empat orang korban yang merupakan mahasiswa.
Korban, Mawar bukan nama sebenarnya mengaku mendapatkan tindakan yang tidak sepantasnya dari terduga pelaku pada periode Juli-Oktober 2023 lalu.
Korban Mawar mengalami pelecehan selama mengurus studi akhir oleh pembimbing akademiknya yang juga terduga pelaku.
Pelecehan yang didapatkan korban mulai dari perlakuan terduga pelaku mengelus tangan korban, cipika-cipiki hingga memegang leher tanpa persetujuan korban yang dilakukan di ruangan kerja ketua departemen alias terduga pelaku.
Selanjutnya, korban Intan bukan nama sebenarnya mendapatkan tindakan yang tidak sepantasnya dari terduga pelaku pada periode Maret-April 2024.
Korban Intan juga mengalami pelecehan selama mengurus studi akhir oleh pelaku yang merupakan pembimbing akademiknya yang berlangsung di ruang kerja ketua departemen.
Korban Putri bukan nama sebenarnya juga mendapatkan tindakan yang tidak sepantasnya dari terduga pelaku pada periode Januari-Maret 2024.
Korban Putri mengalami pelecehan di koridor atau lorong Departemen Sosiologi dan depan Ruang Rapat Departemen. Terduga pelaku melakukan pelecehan dengan mengelus pipi korban dan tindakan kontak fisik yang tidak sepantasnya.
Korban lainnya yakni Cici bukan nama sebenarnya juga mendapatkan tindakan yang tidak sepantasnya dari terduga pelaku pada 4 Juni 2024.
Korban mendapatkan pelecehan saat tengah mengurus administrasi masa akhir studi yang berlangsung di ruangan ketua departemen alias ruang kerja terduga pelaku.
Berkat cerita pengalaman dari temannya, ia berhasil menghindar dari kontak fisik yang lebih jauh.
Sementara itu, Koordinator Umum Komite Anti Kekerasan Seksual (KAKS) Universitas Hasanuddin, Santi mengatakan layanan pendampingan bagi korban kekerasan seksual harusnya dilakukan sebagai hal yang paling prioritas dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual.
“pendampingan sebenarnya paling prioritas dalam penanganan kekerasan seksual”, ungkapnya saat dihubungi, Senin (24/06)
Ia menyebut kasus pelecehan yang terjadi diatas akibat relasi kuasa terduga pelaku yang merupakan ketua departemen dan sekaligus dosen pembimbing tugas akhir beberapa korban.
Kekerasan seksual di lingkungan akademik tidak hanya melibatkan tindakan fisik, tetapi juga pemanfaatan posisi kekuasaan untuk mengeksploitasi korban.
Dalam kasus ini, terduga pelaku memanfaatkan jabatannya untuk menekan korban dan menyalahgunakan otoritasnya
“Status terduga pelaku ini berpower, sudah jelas ada relasi kuasa yang mendominasi kalo Unhas tidak siap memandang kasusnya dengan objektif”, sambungnya
Menurutnya, Universitas Hasanuddin telah mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 30 dan Kampanye Kekerasan Seksual sehingga sudah seharusnya siap menangani berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.
Universitas Hasanuddin sudah seharusnya bertindak dengan adil dan tegas demi keamanan serta kesejahteraan mahasiswa yang harus menjadi prioritas utama dimana kasus kekerasan seksual harus ditangani dengan serius untuk mencegah kejadian serupa di kemudian hari.
“Unhas sudah mengimplementasikan Permendikbud No 30 dan kampanye kekerasan seksual artinya sudah siap menangani segala kasus kekerasan seksual di kampus bahkan jika pelakunya dari pihak dosen”, jelasnya