Akses Kredit Masih Terbatas, 50 Persen UMKM di Sulsel Belum Tersentuh Perbankan

“Ini artinya lebih dari separuh kredit, yaitu sekitar 58 persen, masih disalurkan ke sektor non-UMKM. Padahal, idealnya kredit UMKM harus mampu menjangkau setidaknya 76 persen dari total pelaku usaha di Sulsel agar pengembangan ekonomi lebih merata,” ujar Darwisman, Kamis (21/11).

Menurut catatan OJK, jumlah pelaku UMKM di Sulawesi Selatan mencapai 1,8 juta unit usaha. Namun, hingga saat ini baru 912.248 rekening UMKM yang terakses pembiayaan melalui perbankan. Dengan kata lain, lebih dari 50 persen pelaku UMKM masih belum mendapatkan akses kredit formal.

Darwisman mengkhawatirkan kondisi ini dapat mendorong para pelaku UMKM mencari sumber pembiayaan dari layanan ilegal, seperti rentenir atau pinjaman online tidak resmi (pinjol).

“Kami yakin pelaku UMKM tetap memanfaatkan pinjaman untuk menjalankan usahanya. Namun, masalahnya adalah apakah pinjaman tersebut berasal dari sumber legal atau justru dari layanan tidak resmi. Ini menjadi perhatian besar karena dapat menimbulkan risiko bagi pelaku usaha,” jelasnya.

Meski menghadapi tantangan, penyaluran kredit UMKM di Sulsel menunjukkan pertumbuhan positif. Hingga Oktober 2024, kredit UMKM tumbuh sebesar 5,41 persen dengan pangsa pasar mencapai 38,53 persen dari total kredit yang disalurkan.

Darwisman mencatat bahwa dari total kredit UMKM, sebanyak 56 persen atau sekitar Rp3,4 triliun dialokasikan untuk usaha mikro. Sementara, usaha kecil mendapat alokasi 28,4 persen atau Rp17,5 triliun, dan usaha menengah sebesar 15,5 persen atau Rp9,5 triliun.

Namun, Darwisman menegaskan bahwa tantangan terbesar saat ini adalah memastikan seluruh pelaku UMKM dapat terakses pembiayaan formal agar mereka dapat mengembangkan usahanya dengan lebih optimal.

“Kami ingin memastikan pelaku UMKM yang belum terakses perbankan bisa mendapatkan pembiayaan dari sumber yang sah dan terjamin. Ini penting untuk mendorong produktivitas dan keberlanjutan usaha mereka,” ungkapnya.

Darwisman juga menjelaskan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan sinergi dengan perbankan untuk memperluas jangkauan pembiayaan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mendorong realisasi kredit usaha rakyat (KUR) agar lebih banyak UMKM dapat terfasilitasi.

“Kami akan terus bekerja sama dengan pihak terkait untuk meningkatkan edukasi kepada pelaku UMKM. Mereka perlu memahami bahwa pembiayaan resmi tidak hanya memberikan akses modal, tetapi juga jaminan perlindungan usaha yang lebih baik,” tambahnya.

Pengamat ekonomi, keuangan, dan perbankan, Sutardjo Tui menyebut peningkatan literasi dan inklusi keuangan menjadi salah satu solusi yang harus dilakukan guna menyentuh 50% pelaku UMKM yang belum tersentuh kredit.

Menurutnya, perbankan dan OJK harus menjelaskan kepada pelaku UMKM bagaimana pentingnya kredit dalam pengembangan usaha.

“Ini bisa jadi karena kurangnya sosialisasi, atau nasabah dalam hal ini Pelaku UMKM tidak mengetahui apa yang harus dilakukan jika ke Bank,” katanya.

Di sisi lain, Sutardjo menyebut belum tersentuhnya 50% pelaku UMKM bisa juga terjadi karena persyaratan peminjaman yang membuatnya tak bisa mendapatkan kredit.

Hal ini biasanya berkaitan dengan administrasi atau persyaratan yang diberikan perbankan yang sulit atau tidak bisa dipenuhi oleh pelaku UMKM.

Perbankan harus aktif melakukan edukasi serta perdampingan baik secara langsung maupun organisadi pengusaha seperti Kadin atau Apindo.

“Jangan sampai banyak yang tertolak, ada yang mengajukan tapi tidak diterima, inikan hitungannya memang tidak tersentuh,” terangnya.

Biasanya, lanjut Sutardjo, perbankan melihat kemampuan modal kembali dari pelaku UMKM dan ini dilihat dari neraca laba, hal ini biasanya tak bisa dipenuhi oleh UMKM sehingga bisa saja pengajuan kredit ditolak oleh perbankan.

“UMKM biasa sulit dalam membuat itu, seharusnya Perbankan jika ada yang melakukan pemohonan diajarkan apa yang kurang apa bagaimana solusinya, jangan langsung ditolak tetapi beri edukasi” tandasnya.