MMB, yang bertugas di salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Sulbar, menjabat sebagai Operator Layanan Operasional dan Staf Bidang e-Government dengan pangkat Pengatur Tingkat I (II.d).
Menanggapi kasus tersebut, Kepala BKD Sulbar, Bujaeramy Hasan, mengatakan, pihaknya belum memastikan kebenaran informasi tersebut, karena sampai saat ini pihaknya belum menerima penjelasan resmi dari OPD yang bersangkutan.
“Kami belum bisa memberikan pernyataan tegas sebelum mendapatkan informasi langsung dari OPD oknum yang bersangkutan itu. Kami hanya lihat di media,” ujar Bujaeramy saat ditemui di Kompleks Perkantoran Gubernur Sulbar, Selasa (17/12).
Bujaeramy mengaku, pihaknya menghormati proses hukum yang saat ini berjalan. Jika terbukti melanggar kode etik ASN, pihaknya tidak akan ragu mengambil tindakan tegas terhadap pelaku berinisal MMB.
“Kami akan melakukan konfirmasi lebih lanjut kepada OPD terkait. Jika benar terbukti, kami akan menindak sesuai aturan. Sanksi terberatnya adalah Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH),” tegas Bujaeramy.
Terkait potensi pemecatan, Kepala BKD Sulbar akan menunggu hasil proses hukum sebelum mengambil keputusan.
Proses dalam kasus ini akan berjalan pada dua jalur, yakni tindak pidana dan manajemen kepegawaian.
“Jika dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran sedang atau berat, maka tindakan tegas akan diambil,” tegas Bujaeramy.
Selain itu, MMB juga diketahui jarang berkantor. Sehingga Bujaeramy mengungkapkan, atasan langsung di OPD seharusnya memberikan teguran sesuai tahapan, mulai dari teguran lisan hingga tertulis.
“Aturan jelas, ASN yang tidak masuk kerja selama 28 hari kumulatif dalam setahun atau 10–11 hari berturut-turut dapat diberhentikan. Namun, proses tersebut ada di OPD masing-masing,” ungkapnya.
BKD masih menunggu laporan resmi terkait dugaan pelanggaran disiplin tersebut. Pihaknya menekankan bahwa tindakan tegas akan dilakukan jika oknum tersebut terbukti bersalah sesuai ketentuan yang berlaku.
Senada, Penjabat Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin menegaskan, belum mendapat informasi langsung dari Aparat Penegak Hukum (APH) terkait keterlibatan ASN Pemprov Sulbar dalam jaringan peredaran uang palsu.
Namun, ia sudah memerintahkan OPD terkait melakukan komunikasi dengan APH. Jelasnya Bahtiar mendukung atas proses hukum yang berjalan.
“Kami mendukung dan menghormati proses hukum yamg dilaksananakan oleh APH dengan tetap memperhatikan azas praduga tak bersalah,” ucap Bahtiar, Selasa (17/12).
Sebelumnya, Tim Resmob Satreskrim Polresta Mamuju berhasil mengungkap kasus peredaran uang palsu di wilayah Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Selasa (17/12).
Dalam pengembangan yang dilakukan Resmob Polresta Mamuju bersama Polres Gowa, Polda Sulawesi Selatan, 4 orang terduga pelaku berhasil diamankan.
Adapun keempat orang terduga pelaku yang diamankan dari hasil pengembangan inisial MB (35) staf honorer UIN Alauddin Makassar diamankan kelompok jaringan yang ada di Mamuju yakni TA (52) Pekerjaan ASN Pemprov Sulbar, IH (42) pekerjaan Wiraswasta, WY (32) pekerjaan wiraswasta, dan MMB (40) pekerjaan wiraswasta.
Kelima pelaku diduga terlibat dalam pembuatan dan peredaran uang palsu senilai Rp20.000.000. Dari tangan para pelaku, polisi berhasil menyita barang bukti berupa uang palsu senilai Rp11.000.000 yang masih belum sempat diedarkan.
Kasus ini bermula dari pengungkapan praktik pembuatan dan peredaran uang palsu di kampus UIN Alauddin Makassar yang terletak di wilayah hukum Polres Gowa.
Berdasarkan hasil pengembangan kasus, Tim Resmob Satreskrim Polresta Mamuju diminta untuk membantu menangkap pelaku yang beroperasi di wilayah Mamuju.
Kapolresta Mamuju, Kombes Pol Iskandar menjelaskan bahwa keberhasilan penangkapan ini merupakan hasil kerja sama yang solid antara Polresta Mamuju dan Polres Gowa.
“Kami bergerak cepat setelah mendapat informasi terkait peredaran uang palsu oleh para pelaku di wilayah Mamuju. Dalam operasi ini, tim berhasil mengamankan para pelaku beserta sejumlah barang bukti berupa uang palsu sebesar Rp11 juta,” ujar Kapolresta.
Pihak kepolisian juga menyampaikan bahwa para pelaku diduga memiliki jaringan dengan pencetak upal di Kampus UIN dan untuk mendistribusikan uang palsu ke berbagai wilayah.
“Saat ini, keempat pelaku kami serahkan ke Polres Gowa sebagai proses pemeriksaan lebih lanjut untuk mengungkap jaringan peredaran uang palsu yang lebih besar,” imbuhnya.