Dugaan Gratifikasi IPO, OJK Bakal Lakukan Audit Internal

Breaking News243 Views

“Kami sedang mendalaminya dan melakukan audit terhadap kemungkinan itu [gratifikasi],” ungkap Mahendra dalam paparan hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada Jumat (06/09).

Meski hingga saat ini belum ditemukan bukti konkret terkait aliran uang gratifikasi, Mahendra menegaskan bahwa proses audit ini belum berakhir. Menurutnya, gratifikasi tidak selalu berbentuk uang, melainkan bisa dalam bentuk lain, sehingga perlu investigasi lebih lanjut untuk memastikan kebenaran.

Mahendra menambahkan bahwa OJK telah berupaya secara berkelanjutan untuk memperbaiki sistem yang rentan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Langkah-langkah seperti peningkatan transparansi, penyederhanaan proses, dan menjaga kredibilitas terus dilakukan oleh lembaga tersebut.

Namun, dia menekankan bahwa perbaikan tersebut tidak dapat berhenti pada satu titik. Reformasi regulasi dan pengawasan harus terus diperbarui untuk menutup celah yang bisa dieksploitasi.

“Ini yang terus kami lakukan di segala lini. Jika ada hal yang tidak tepat dan terbukti sebagai pelanggaran, kami akan sampaikan secara terbuka dan transparan kepada publik demi menjaga akuntabilitas dan kredibilitas,” tutup Mahendra.

Langkah audit internal ini menjadi bagian dari komitmen OJK dalam menjaga integritas pasar keuangan di Indonesia serta memastikan bahwa setiap proses yang berjalan, termasuk IPO, bebas dari intervensi yang mencederai prinsip-prinsip tata kelola yang baik.

DI sisi lain, Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan bahwa penurunan jumlah penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) pada kuartal-III 2024 tidak terkait dengan rencana pengetatan regulasi pasca-terungkapnya kasus gratifikasi yang melibatkan oknum BEI.

Menurut data BEI, sejak Juli hingga awal September 2024, hanya tujuh perusahaan yang resmi melantai di Bursa. Pada Agustus, hanya ada dua emiten baru yang masuk, yakni PT Global Sukses Digital Tbk (DOSS) dan PT Esta Indonesia Tbk (ESTA) yang masing-masing melakukan IPO pada 7 dan 8 Agustus 2024.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa penurunan tren IPO terjadi secara global, bukan hanya di Indonesia. Di tingkat global, terjadi penurunan IPO sebesar 16%, dengan kawasan Asia Pasifik mengalami penurunan terbesar.

“Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kondisi ekonomi global, pertumbuhan yang melambat, inflasi yang tinggi, suku bunga yang masih tinggi, ketegangan geopolitik, serta dampak perubahan iklim,” jelas Nyoman dalam sesi media gathering, Jumat (6/9/2024).

Ia juga mencatat bahwa tahun ini, sekitar 50% negara di dunia tengah mengadakan pemilu, yang berdampak pada penurunan aktivitas IPO. Negara-negara tersebut menyumbang sekitar 60% dari total produk domestik bruto (PDB) dunia.

Untuk Indonesia, Nyoman menegaskan bahwa penurunan tren IPO tidak ada kaitannya dengan rencana pengetatan aturan oleh otoritas bursa. Penyesuaian peraturan tersebut saat ini masih dalam tahap perancangan dan belum diterapkan.

“Jadi, penurunan ini bukan karena adanya pelanggaran kode etik sebelumnya. Tren IPO secara global memang sedang menurun, terutama di kawasan Asia Pasifik,” lanjut Nyoman.

Meskipun mengalami penurunan tren IPO, BEI tidak berencana menurunkan target pencatatan efek hingga akhir tahun. BEI menargetkan mencatatkan 340 instrumen efek, termasuk saham, obligasi, KIK-EBA, ETF, dan lainnya.

Direktur Utama BEI, Iman Rachman, memperkirakan bahwa aksi IPO akan kembali meningkat pada kuartal-IV 2024. Hal ini disebabkan banyak perusahaan yang menggunakan laporan keuangan dengan siklus buku Desember atau Juni, sehingga mereka lebih memilih melantai di bursa pada akhir tahun.

“Saya melihat banyak perusahaan yang menggunakan buku Desember atau Juni, jadi IPO kemungkinan akan lebih ramai di kuartal-IV,” jelas Iman.

Hingga 5 September 2024, sudah ada 34 perusahaan yang mencatatkan sahamnya di BEI, dengan 25 perusahaan lainnya berada dalam pipeline IPO. Meskipun total dana yang dihimpun hingga saat ini mencapai Rp5,2 triliun, jumlah ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Namun, secara regional, BEI tetap mencatatkan pertumbuhan jumlah perusahaan baru yang paling tinggi di antara bursa lain di kawasan ASEAN.

“Sejak 2018, BEI konsisten mencatatkan pertumbuhan perusahaan tercatat tertinggi di ASEAN,” tambah Iman.

PDAM Makassar